Mengajak masyarakat untuk memilah, mengelola,
dan mengolah sampah rumah tangganya menjadi kunci mengatasi volume sampah yang
kian menumpuk. Pasalnya, berdasarkan data Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2021, dari total 41,38 juta ton sampah
yang dihasilkan masyarakat Indonesia, nyaris separuhnya (45,9%) merupakan
sampah rumah tangga. Dari jumlah itu, sebanyak 26,96 juta ton ditengarai tidak
terkelola dengan baik.
Kesadaran mengelola sampah sejak dari hulu
inilah yang mendorong Pemerintah Desa Dukuhdempok, Imaji Sociopreneur, dan PT
Universal Tempu Rejo meresmikan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST)
Harapan Baru pada Rabu, 23 Februari 2022. Terletak di Dusun Gawok, Desa
Dukuhdempok, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember, Jawa Timur, bangunan TPST
seluas 10 x 15 meter itu sedianya akan menjadi sentra pengelolaan sampah rumah
tangga organik dan anorganik yang dihasilkan masyarakat desa.
Direktur Program Lingkungan Imaji Sociopreneur
Rohman Abadi mengatakan, peresmian TPST menjadi langkah awal untuk mewujudkan
sistem pengelolaan sampah yang mandiri dan terintegrasi dengan berbagai bank
sampah dan elemen masyarakat. Sehingga, katanya, sampah yang selama ini
dianggap sebagai masalah bukan saja akan terkelola, namun juga bisa menjadi
alternative income bagi masyarakat.
“Sesuai dengan namanya, TPST ini menjadi
harapan baru mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi, mandiri,
dan berdampak baik dari segi lingkungan maupun ekonomi,” ujarnya.
Ia pun berharap setelah beroperasi pada awal
Maret 2022 mendatang, TPST Harapan Baru bukan hanya akan menjadi sentra
pemilahan, pengelolaan, dan pemilahan sampah, namun juga simbol dan pelopor
terkait pentingnya mengelola sampah sejak dari hulu, yakni masyarakat.
“Pada akhirnya, masalah sampah ini harus
diatasi secara bersama-sama, utamanya dari kesadaran masyarakat itu sendiri,”
tambahnya.
Di sisi lain, Kepala Desa Dukuhdempok Miftahul
Munir menjelaskan, selama ini sebetulnya telah banyak bank sampah dan komunitas
pengelola sampah organik dan anorganik di desanya. Kehadiran TPST, menurutnya,
bakal menggenapi ekosistem pengelolaan sampah dan menjadi pusat kegiatan
berbagai komunitas itu.
“Apabila sebelumnya pengelolaan sampah
bersifat per komunitas, sekarang setelah ada TPST semuanya bisa saling
terhubung dan terintegrasi. Sebab, TPST bukan hanya akan mengelola sampah
anorganik, namun juga sampah organik melalui maggot,” ujarnya.
Ia pun berharap kehadiran TPST dapat turut
mengubah stigma masyarakat terkait sampah. Lewat pengelolaan sampah, tambah
Munir, bukan hanya menyelamatkan lingkungan, namun juga bisa memberikan dampak
ekonomi terhadap masyarakat.
“Sampah kan selama ini dianggap tidak bernilai, pelan-pelan akan kita kenalkan bahwa jika dikelola dengan baik, ternyata dapat menjadi pemasukan tambahan juga bagi masyarakat,” terangnya.